Pajak BPHTB Kurang Bayar di Bappenda Kabupaten Bogor, Diduga Hanya Untuk Kepentingan Golongan

waktu baca 3 menit
Rabu, 23 Apr 2025 14:04 95 POV Indonesia
foto: Kantor Bappenda Kabupaten Bogor. (Ist)

POVINDONESIA.COM – Biaya Kekurangan Bayar dalam pembayaran pajak Bea Peroleh Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Badan Pengelolaan dan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Bogor, diduga bisa di nego atau tidak dibayarkan.

Pasalnya, dalam keterangan dari salah satu pendamping eks Wajib Pajak (WP) yang enggan disebutkan namanya mengatakan, jika Kurang Bayar yang diberlakukan oleh Bappenda Kabupaten Bogor itu merupakan aturan karet yang tertuang dalam peraturan daerah (Perda) dan Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Bogor.

Bagaimana tidak, saat dirinya mendampingi salah satu WP dengan objek pajaknya berada di sekitaran Kecamatan Cibinong, usai membayar pajak BPHTB sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, secara tiba-tiba WP itu mendapat surat kembali dari Bappenda Kabupaten Bogor, berupa kurang bayar pajak BPHTB senilai Rp 50 juta.

“Bahasa kurang bayar di Bappenda Kabupaten Bogor itu hanya akal-akalan saja pendapat saya, karena meski ada kurang bayar pajak itu bisa di nego agar lebih rendah atau tidak dibayar sama sekali oleh WP terkait,” ujar sumber kepada wartawan, Selasa (22/04/2025).

Ia menyebut, sewaktu dia mendampingi salah satu WP yang memiliki kurang bayar senilai Rp 50 juta, lantas WP itu enggan membayarnya. Namun ia beritikad baik untuk membayarnya hanya dengan Rp 10 juta secara ikhlas.

Namun, katanya, uang yang dibawa oleh WP itu ditolak oleh pihak salah seorang staf Bappenda Bumi Tegar Beriman dengan alasan tak sesuai dengan total Kurang Bayar tersebut.

“Waktu itu si WP itikad baik dari Rp 50 juta mau dibayarkan hanya Rp 10 juta secara ikhlas. Tapi ditolak, dan si WP ini tidak mau bayar karena ia merasa telah membayar pajak BPHTB sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ungkapnya.

Dengan begitu, lanjut sumber, jika pajak kurang bayar yang diberlakukan Bappenda Kabupaten Bogor selama belasan tahun belakangan ini, hanya akal-akalan dari para pejabat atau sekelompok pejabat teras di Pemkab Bogor dalam mencari keuntungan pribadi atau golongan dari para WP melalui perda maupun perbup di Kabupaten Bogor.

“Kurang bayar itu hanya akal-akalan saja pendapat saya, karena kita lihat setiap pejabat hingga tenaga outsourcing yang bekerja di instansi ini minimal mereka memiliki Kendaraan roda empat atau mobil. Sudah pasti juga, jika pajak kurang bayar itu diduga masuk kedalam kantong pribadi pejabat teras terkait,” tukasnya.

Sebelumnya sekadar informasi, Ironi, seorang kepala Badan Pengelolaan dan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Bogor, Andri Hadian mengaku tidak mengetahui berapa nilai ‘Kurang Bayar’ yang dibayarkan oleh wajib pajak (WP) di Bumi Tegar Beriman pada tahun 2024 lalu diduga tidak transparan.

“Apa pajak kurang bayar, kalau pajak kurang bayar itu perhitungannya nanti karena by sistem ya, nanti kita infokan,” ujar Andri Hadian saat dikonfirmasi wartawan, pada Selasa (25/02/2025) lalu di Cibinong.

Saat disinggung berapa kisaran perolehan dana Kurang Bayar yang diperoleh oleh Pemkab Bogor melalui instansi tersebut, Andri menuturkan “Kita belum lihat data itu, karena kan itu basisnya basis by sistem,” kilahnya.

Kendati demikian, Andri menyebut jika merujuk kepada peroleh Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bappenda Kabupaten Bogor perolehannya masih tertinggi di Indonesia.

“Tapi yang pasti, sesuai data yang kami miliki memang PBB masih yang tertinggi,” tukasnya.

Sementara, terkait Bea Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas peraturan daerah (Perda) Kabupaten Bogor nomor 15 tahun 2010 dan Peraturan Bupati (Perbup) nomor 78 tahun 2010 tentang BPHTB dinilai bertentangan dengan UU nomor 28 tahun 2010 tentang BPHTB.

Pasalnya, dalam perbup dan perda secara kilas jika jual beli bukan harga transaksi melainkan harga pasaran di mana letak tanah tersebut, dan itu sangat bertentangan dengan UU BPHTB di pasal 28 huruf (a) ayat (1) dimana dasar penggunaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah nilai perolehan objek pajak. Sementara pada ayat (2) disebutkan nilai peroleh objek pajak sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dalam hal, (a) jual beli adalah harga transaksi. (Red)

LAINNYA