Urgensi Perbaikan Tata Kelola Lapas, Ali Fikri: Untuk Efek Jera Pelaku TPK

waktu baca 3 menit
Selasa, 9 Mei 2023 14:52 0 234 POV Indonesia

Foto: Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri.

Jakarta, POVIndonesia.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai ada urgensi perbaikan tata kelola Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), untuk efek jera terhadap para pelaku tindak pidana korupsi (TPK).

“Pemenjaraan para pelaku tindak pidana, termasuk korupsi. Merupakan salah satu pelaksanaan instrumen penegakan hukum dalam memberikan efek jera bagi para pelakunya,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri melalui pesan tertulisnya yang diterima POVIndonesia.com, Selasa (09 Mei 2023).

Sehingga, lanjutnya, pengelolaan Lapas sudah seharusnya dilakukan sesuai dan taat terhadap ketentuan dan aturan yang berlaku.

“KPK telah melakukan identifikasi terhadap pengelolaan lapas, yang merupakan salah satu sektor yang diduga rentan terjadinya tindak pidana korupsi,” ucapnya.

Bahkan, sambungnya, KPK pernah melakukan kegiatan tangkap tangan pada Kepala Lapas (Kalapas) Sukamiskin atas dugaan suap dan pemberian fasilitas mewah bagi penghuni di Lapas.

“KPK juga telah menerima sejumlah aduan masyarakat menyoal modus korupsi dalam Lapas, mulai dugaan pungutan liar (pungli), dugaan suap-menyuap, dugaan penyalahgunaan anggaran dan dugaan penyalahgunaan wewenang hingga dugaan pengadaan barang/jasa,” katanya.

Ali mengungkapkan, KPK melalui pendekatan upaya pencegahan juga pernah melakukan kajian yang menemukan berbagai permasalahan dalam pengelolaan Lapas, di antaranya:

*Kerugian negara akibat permasalahan overstay.

*Lemahnya mekanisme check and balance pejabat dan staf Unit Pelaksana Teknis (UPT) Rutan/Lapas dalam pemberian remisi kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).

*Diistimewakannya Napi Tipikor di Rutan/Lapas.

*Risiko penyalahgunaan kelemahan Sistem Data Pemasyarakatan (SDP).

*Risiko dugaan korupsi pada penyediaan bahan makanan.

“Dari temuan tersebut menunjukkan tata kelola Lapas merupakan suatu urgensi yang harus segera diperbaiki demi memitigasi risiko korupsi,” ungkapnya.

Sehingga, tambahnya, dalam kajian  tersebut KPK menyampaikan rekomendasi perbaikannya, di antaranya:

Rekomendasi jangka pendek

1. Membuat dan menyepakati Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang pengembalian tahanan yang habis dasar penahanannya kepada pihak penahan, yang dilakukan Kementerian hukum dan HAM bersama-sama dengan penegak hukum terkait.

2. Mengubah sistem pemberian remisi dari positive list menjadi negative list dengan memanfaatkan Sistem Database Pemasyarakatan (SDPP).

a) Mengubah mekanisme pemberian remisi dari positive list menjadi negative list. Artinya narapidana yang tidak melakukan pelanggaran, secara otomatis berhak mendapatkan remisi. Sedangkan narapidana yang melakukan pelanggaran, akan dimasukkan ke dalam register F dan tidak berhak mendapat remisi.

b) Pemberian remisi harus dilakukan secara transparan dan akuntabel supaya bisa mengurangi jumlah napi dalam rutan dan Lapas akibat overcrowd dan overcapacity, serta menutup celah suap-menyuap dari pola interaksi petugas dan narapidana untuk ‘membeli’ remisi.

3. Melengkapi pedoman teknis SDP dan melaksanakan pelatihan SDP bagi operator secara intensif.

4. Membuat mekanisme bon penerimaan untuk bahan makanan dan melakukan reviu atas kinerja vendor.

5. Membangun sistem pengawasan internal di level wilayah.

6. Membangun mekanisme Whistle Blower System yang efektif dan terintegrasi dengan inspektorat.

7. Membangun koneksi SDP dengan Sistem Informasi Penanganan Perkara (SIPP).

KPK juga merekomendasikan perbaikan jangka menengah di antaranya, yaitu:

1. Dilakukan revisi PP 99 tahun 2012 terkait pemberian remisi pada kasus narkoba.

2. Membuat mekanisme diversi untuk kasus tindak pidana ringan dan pengguna narkotika dengan mengoptimalkan peran Badan Pemasyarakatan.

3. Menempatkan/memindahkan napi korupsi ke Nusakambangan.***

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA