POVINDONESIA.COM – Anggota legislatif (Aleg) pada DPRD Kabupaten Bogor, Slamet Mulyadi merespone terkait adanya wacana pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat, yang bakal membongkar para Pegadang Kaki Lima (PKL) di kawasan Puncak Bogor, dalam waktu dekat ini.
“Kata nya info ini, bisa benar bisa Hoax, mau ada pembongkaran para pedagang kaki lima atau lapak di jalur Puncak Bogor.
Apakah info ini benar apa bohong saya gak tahu pasti,” ujar Slamet Mulyadi dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (12/6/2024).
Ia menerangkan, jika pada masa kepemimpinan Bupati Rachmat Yasin (RY) Pemkab Bogor sangat peduli dengan permasalahan para PKL di jalur puncak, kemudian di lanjutkan oleh Bupatinya yakni Hj Nurhayanti sampai terwujud membuat tempat penampungan para pedagang kaki lima yaitu berupa Rest Area di Daerah Gunung Mas, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
“Namun sangat di sayangkan, dalam kenyataan nya konsep kios yang di butuhkan oleh para pedagang tidak sesuai harapan mereka, dan pembagian yang harusnya untuk para pedagang kaki lima jalur puncak notabene warga Kecamatan Cisarua sebanyak lapak 400 kios sebagian jatuh kepada orang yang bukan pedagang yang terkena gusuran,” jelas Politisi PDI Perjuangan ini.
Slamet Mulyadi melanjutkan, kenapa banyak masyarakat pada membuat kios-kios diluar rest area dan ada sebagian pedagang yang ada di Rest Area juga membuat kios di trotoar-troator
Menurut dia, lanjut Slamet, mereka usaha di dalam Rest Area tidak menguntungkan malah mereka merugikan usah di dalam.
“Alasannya kenapa mereka banyak yang keluar, karena diluar banyak orang-orang yang membuat kios-kios di trotoar-trotoar jalan. Mereka tidak harus sewa, tapi yang usaha di dalam rest area mereka harus bayar sewa,” tegas Aleg yang tergabung dalam Komisi I DPRD Kabupaten Bogor periode 2019-2024 itu.
Menurutnya juga, biaya sewa jika para PKL yang menjadi permasalahan para Pegadang kaki lima, dan inilah penyebabnya para pedagang jalur puncak susah di tertibkan. Karena,btidak ada ketegasan dari pemangku kebijakan, sementara yang lain usaha di dalam rest area harus bayar, sedangkan disatu pihak orang-orang bebas mendirikan kios-kios di trotoar.
“Harusnya ketika rest area sudah resmi di buka dan yang ada di didalam adalah para pedagang kaki lima yg tergusur semestinya di lindungi dan di bantu kelancaran usahanya. Dan kalau ada orang membangun kios di trotoar harusnya juga ada Gerakan “Nobat” (Nongol Babat), jadi tidak ada kios kios lagi di trotoar-trotoar dan para pedangan yang di dalam rest area pasti bakalan senang karena di untungkan,” jelas Slamet.
Lebih jauh Slamet menegaskan, terkait polemik yang berada di jalur puncak tersebut, dirinya berjanji akan membantu dalam perjuangkan hak para pedagang kaki lima jalur puncak.
“Jangan hanya di gusur tapi gak diberi solusinya, kesihan mereka usaha untuk memberi makan anak dan istrinya. Fikirkan itu para pemangku Kebijakan di Kabupaten Bogor,” tutup Slamet.
Sekedar diketahui, Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bogor, kembali mengeluarkan surat edaran nomor : 300.1.2/749 – Tibum perihal Pemberitahuan Pelaksanaan Penertiban kepada setiap pemilik bangunan, tempat usaha, Pedagang Kaki Lima, dan sejenisnya yang berada disepanjang Jalan Raya puncak Desa Tugu Utara, Desa Tugu Selatan, Desa Cibereum, Kecamatan Cisarua, tertanggal 10 Juni 2024.
Tidak ada komentar