POVINDONESIA.COM – Lagi-lagi, Center For Budget Analysis (CBA) kembali membongkar dugaan proyek milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tahun anggaran 2025.
Kali ini, CBA menyoroti dua proyek besar di RSUD Leuwiliang, yakni pembangunan gedung kantor dan pengadaan sistem Pneumatic Tube System (PTS), diduga mengandung kejanggalan serius dalam proses pengadaannya.
Center for Budget Analysis, sebagai lembaga independen pemantau anggaran, merilis temuan yang mengungkap praktik tidak sehat yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Tender gedung RSUD Leuwiliang: prosedur sarat masalah
Proyek pembangunan gedung kantor RSUD Leuwiliang dengan pagu anggaran mencapai Rp16 miliar dari APBD 2025 dinilai cacat prosedur sejak awal proses lelang. CBA menggarisbawahi empat temuan utama:
1. Diskualifikasi peserta secara massal
Dari 58 peserta yang mendaftar, hanya segelintir yang lolos hingga tahap evaluasi harga. Pola ini dinilai tidak wajar dan membuka ruang spekulasi adanya syarat tender yang multitafsir atau bahkan diskriminatif—diduga sengaja diarahkan untuk menggugurkan sebagian besar peserta.
2. Pemenang tender menang tipis dari HPS
PT Pangkho Megah keluar sebagai pemenang dengan penawaran senilai Rp15,49 miliar, nyaris menyamai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang dipatok Rp16 miliar. Jarak yang terlalu kecil ini, menurut CBA, mencerminkan dugaan pengondisian pemenang, atau adanya pengaturan HPS sejak awal.
3. Ketiadaan negosiasi harga
Tidak adanya proses negosiasi untuk menurunkan harga di tengah minimnya persaingan menjadi catatan penting. Padahal, negosiasi seharusnya digunakan sebagai instrumen efisiensi. Ketidakhadiran langkah ini dianggap sebagai bentuk pembiaran potensi pemborosan anggaran.
4. Perubahan jadwal lelang tanpa penjelasan
Jadwal tender, khususnya tahapan evaluasi dan pembuktian kualifikasi, berubah secara tiba-tiba. CBA menyebut hal ini menciptakan celah intervensi dan manipulasi, serta mencederai prinsip transparansi dalam pengadaan.
Pengadaan Pneumatic Tube System: temuan BPK yang tak bisa diabaikan
CBA juga menyoroti kembali proyek pengadaan PTS senilai Rp3,54 miliar yang sebelumnya menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat. Dalam laporan audit tahun anggaran 2024, BPK menemukan kekurangan volume pekerjaan senilai Rp777 juta untuk ratusan unit komponen yang tidak terpasang meski telah dibayar lunas.
Lebih jauh, penyedia jasa dalam proyek ini, CV LiJ, bukan distributor resmi, melainkan subdistributor dari PT KAS. Selain tidak mengantongi legalitas sebagai distributor sesuai regulasi, proses pemilihan merek dan penyusunan harga dalam e-katalog dinilai lemah secara perencanaan maupun pengawasan.
Tuntutan CBA: tindak tegas, jangan dibiarkan berulang
Jajang Nurjaman, Koordinator CBA, menegaskan bahwa dua proyek ini bukan sekadar kasus administratif, melainkan sinyal buruk lemahnya tata kelola anggaran daerah, khususnya dalam sektor kesehatan.
Pengadaan publik tidak boleh dijadikan ruang bermain para pelaku rente. Jika tidak ada penindakan, ini jadi preseden buruk. Kami mendorong KPK, BPK, Inspektorat, dan aparat hukum untuk turun tangan, ujarnya.
Permintaan Klarifikasi Awak Media Telah Diupayakan
Hingga berita ini diturunkan, pada Jumat 20 Juni 2025, pihak Humas RSUD Leuwiliang belum memberikan tanggapan klarifikasi resmi atas temuan BPK maupun kritikan CBA. Namun publik menanti, apakah temuan ini akan ditindaklanjuti secara serius, atau justru menjadi bagian dari daftar panjang praktik penyimpangan yang luput dari sanksi.
Sebelumnya juga, Lembaga Center for Budget Analysis (CBA) membongkar dugaan skandal proyek rehabilitasi Gedung Pengadilan Negeri (PN) Cibinong Kelas IA senilai Rp14,4 miliar.
Proyek yang didanai oleh APBD Kabupaten Bogor tahun 2025, yang dimenangkan CV. Fika Mulya tersebut disorot lantaran diduga sarat penyimpangan.
Koordinator CBA Jajang Nurjaman menilai, proyek yang dikelola Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor ini patut menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab dia melihat sejumlah kejanggalan di dalam proses tender.
Menurut dia, CV. Fika Mulya yang berstatus Usaha Kecil memenangkan tender dengan nilai Rp14,397 miliar. Angka itu mendekati ambang batas maksimal proyek yang boleh diikuti usaha kecil sesuai Permen PUPR No. 14 Tahun 2020, yaitu Rp15 miliar. Baginya ini aneh.