POVINDONESIA.COM – Jelang pelaksanaan MotoGP Mandalika 2024, pemerintah pusat melalui kementerian terkait terus berbenah diri dalam menyiapkan event internasional yang akan dilaksanakan pada 27-29 September 2024.

Tak tanggung-tanggung, untuk memperlihatkan kepada dunia pemerintah Indonesia melalui Kementerian terkait harus menggelontorkan ratusan miliaran rupiah hingga diangka 231,29 miliar sebagai dana hosting fee demi menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu sebagai tuan rumah perhelatan ajang bergengsi itu.

Namun persiapan dengan berbenah diri yang digelontorkan pemerintah untuk event tersebut, tak sebanding jika melihat rintihan masyarakat kecil disekitaran areal sirkuit tersebut.

Pasalnya, hingga kini masyarakat Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang sejak dulu menggarap lahan hingga membayar pajak bumi bangunan (PBB) tiap tahunnya, kini lahannya itu telah dibangun untuk menjadi sirkuit kebanggaan masyarakat Indonesia saat ini.

Mereka (masyarakat, red), sampai saat ini pun masih terus berjuang demi hak yang sepatutnya diperoleh berupa ganti rugi karena lahan garapannya diduga telah direnggut paksa oleh pemerintah melalui kegiatan Proyek Strategis Nasional (PSN) yakni pembangunan Sirkuit Mandalika beserta sarana penunjangnya.

Dikutip dari pemberitaan media ini sebelumnya yang telah tayang pada 07 Juli 2024 yang berisikan.

Kemegahan Sirkuit International Mandalika Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), tak sebanding dengan kemewahan yang disuguhkan jika melihat ketidakberdayaan masyarakat sekitar yang memiliki lahan di proyek strategis nasional (PSN) milik pemerintah pusat tersebut.

Pasalnya, ada puluhan warga Mandalika yang sampai saat ini masih memperjuangkan haknya yang kebanyakan dari mereka telah digunakan sebagai bagian dari area pembangunan Sirkuit Mandalika, namun sampai detik ini belum diganti rugi oleh perusahaan milik Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT. Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).

Hal itu seperti disampaikan, Kuasa hukum dari puluhan masyarakat Mandalika yang menginginkan adanya keadilan, yakni Setia Darma Lembaga selaku Direktur Bantuan Hukum (LBH) Madani Jakarta, hingga pihaknya membuat sebuah tagline bertajuk “Pejuang Tanah Rakyat Mandalika”.

Ia mengatakan, bahwa masyarakat yang terdiri dari 57 orang dengan luas lahan 105 hektare, clientnya itu sedang memperjuangkan apa yang harus diperoleh.

“Bahwa masyarakat ini sedang memperjuangkan haknya, karena tanah mereka kan diakui oleh PT. ITDC (BUMN) yang mana telah ada dalam Hak Pengelolaan Lingkungan (HPL) nya. Pertanyaannya adalah, masyarakat Mandalika ini tanahnya belum dibayarkan gimana, kok tiba-tiba di HPL kan secara sepihak tanpa ada ganti rugi,” ujar perempuan yang akrap disapa Ibu Tia, di Lombok, Jum’at (5/7/2024) malam.

Tia menjelaskan, terkait HPL yang dimiliki pengelola Sirkuit International Mandalika, pihaknya sempat mempertanyakan dasar dari kepemilikan HPL yang dikantongi PT. ITDC tersebut.

“Saya saat itu sempat mempertanyakan kepada PT. ITDC soal HPL dan ganti rugi atas tanah client kami yang sudah digunakan dan dibangun tapi belum dibayarkan. Jawabannya sudah HPL atas lahan client-client kami, lantas dasarnya apa,” bebernya.

Tia menerangkan, dengan adanya polemik yang dialami puluhan clientnya, dirinya telah berjuang sebagai kuasa hukum selama kurun waktu tiga (3) tahun belakangan. Dimana, hanya menginginkan keadilan berupa ganti rugi atas tanahnya yang telah digunakan oleh pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh pemerintah pusat.

Sementara, ketika hal dikonfirmasi kepada Menteri BUMN Erick Thohir melalui pesan instans WhatsApp ke nomor pribadi miliknya terkesan bungkam dengan kondisi dan situasi yang dialami masyarakat pejuang tanah mandalika tersebut.

Tak hanya itu, wartawan media ini juga pada 12 September 2024 kemarin mencoba mengkonfirmasi kepada bagian kehumasan dari kementerian Badan Usaha Milik Negara tersebut namun tetapi sulit untuk ditemui, hingga awak media ini diminta untuk terlebih dulu bersurat jika hendak menemui dan mengkonfirmasi yang dituju.

Padahal, jika merujuk kepada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) nomor 14 tahun 2008 yang menyatakan informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional.